Selasa, 03 April 2012

Pandangan Dunia Jawa

Menurut Magnis “pandangan dunia” yakni semua keyakinan deskriptif yang dipahami oleh manusia untuk menjelaskan realitas berdasarkan pengalamannya. Masih menurut Magnis, yang menarik dari pandangan dunia masyarakat Jawa ialah mereka tidak melihat relitas secara terpisah melainkan satu kesatuan utuh dan bertolok ukur pada kondisi psikis tertentu, yakni; ketenangan, ketentraman dan keseimbangan batin.
1.  Alam Numinus dan Dunia
a.  Kesatuan Numinus antara Masyarakat, Alam dan Alam Adikodrati
Magnis menjelaskan bahwa ruang lingkup kehidupan orang Jawa ialah masyarakat dan alam. Alam pun tidak hanya sebatas alam empiris melainkan juga alam metempiris (gaib). Dan uniknya, alam empiris merupakan perwujudan dari alam metempiris. Dengan kata lain, alam empiris merupakan menifestasi adanya kekuatan gaib.
Orang Jawa pun, masih menurut Magnis, meyakini bahwa keselamatan hidupnya bergantung pada kekuatan gaib tersebut. Dan karena itulah mereka kemudian menyikapinya dengan mengadakan berbagai ritual, antara lain: acara slametan, ziarah makam, doa-doa, sesaji dan sebagainya.
b.  Koordinasi
Kesatuan antara manusia dan alam, baik alam empiris maupun alam metempiris bagi orang Jawa, menurut tinjauan Magnis, telah melahirkan sebauh koordinat (perhitungan) tertentu. Perhitungan-perhitungan tersebut dapat dijumpai dalam buku risalah yang disebut Primbon. Primbon memuat berbagai macam perhitungan atau rumusan sakral yang sangat berguna bagi kehidupan masyarakat Jawa.
c. Tempat yang Tepat sebagai Paham Kunci
Dalam hal ini nampaknya Magnis pun mengalami kesulitan untuk menjelaskan “tempat yang tepat” dalam pandangan etika Jawa. Ia sendiri mengakui bahwa tidak ada bidang eksistensi manusia yang semata-mata ditentukan oleh hukum objektif. Melainkan orang Jawa, menurut Magnis, tidak sepenuhnya menyadari eksistensi dirinya kecuali hanya sebatas memahami bahwa setiap perbuatan pada akhirnya akan dikembalikan kepada kekuatan gaib yang “serba angker” (kosmos).
2. Yang Numinus dan Kekuasan
Salah satu sisi dari pandangan dunia orang Jawa, yakni menganggap bahwa individu-individu yang berkuasa memiliki pertalian khusus dengan yang maha gaib.
a.  Hakikat Kekuasaan
Menurut pengakuan Magnis, kekuasaan bagi orang Jawa bukan semata-mata gejala sosial melainkan lebih merupakan menifestasi energi kosmos yang menyeluruh.
b.  Raja sebagai Pemusatan Kekuatan Kosmis
Raja, masih menurut penuturan Magnis, merupakan sosok tertentu yang memiliki kemampuan untuk menyerap seluruh energi kosmos. Oleh sebab itu, masyarakat Jawa memposisikan raja pada tingkatan sakral. Di samping itu, raja juga dijadikan sebagai simbol kesejahteraan hidup.
c.  Kraton sebagai Pusat Kerajaan Nominus
Selain raja, kraton sebagai tempat kediaman seorang raja pun memiliki posisi yang istimewa bagi masyarakat Jawa. Magnis menganalogikan bahwa kraton bagaikan sumber cahaya yang dapat menerangi daerah sekelilingnya, dalam hal ini ialah seluruh wilayah kerajaan.
d. Kekuasaan dan Moral
Dalam paham kekuasaan masyarakat Jawa tertanam bahwa raja merupakan sosok manusia linuwih, adil, bijak dan dicintai rakyat karena mampu melindungi mereka dari marabahaya.
3.  Dasar Nominus Keakuan
Keistimewaan seorang raja, berdasar rumusan Magnis bahwa ia merupakan wadah kekuatan ilahi, yang sebetulnya, hal tersebut bisa berlaku bagi setiap orang.
a.  Kisah Dewaruci
Inti dari kisah Dewaruci yang dapat ditangkap dari penuturan Magnis, bahwa Dewaruci merupakan inti dari kebatinan orang Jawa. Dengan melaui laku tertentu setiap orang Jawa dapat berjumpa dengan dewarucinya masing-masing, dengan kata lain “manunggaling kawulo gusti” (bersatunya antara jasad dan batin). Ajaran moral yang dapat dipetik dari kisah tersebut, bahwa inti dari hidup orang Jawa tidak terletak pada manunggaling kawulo gusti melainkan pengabdian sosial yang harus ditunaikan setelah seseorang berhasil mencapai derajat tertinggi dari kehidupan.
b.  Pengertian tentang Sangkan-paran
Sangkan-paran dalam arti harfiah ialah asal dan tujuan hidup manusia. Pada intinya, pemaparan mengenai sangkan-paran ini Magnis hanya menjabarkan intisari dari kisah Dewaruci di atas.
c.  Sangkan-paran sebagai Praksis Kehidupan
Praksis sangkan-paran, menurut Magnis, untuk menjelaskan bagaimana manusia berhadapan dengan hakikatnya yang sebenarnya, yakni memaknai hidup. Kemudian secara panjang lebar Magnis memaparkan tentang kaidah ideal kehidupan masyarakat Jawa.
d.  Takdir
Takdir, berdasarkan penjelasan Magnis, merupakan garis-garis hidup dalam tatanan kosmos. Masyarakat Jawa sangat meyakini bahwa manusia tidak bisa melepaskan dirinya dari takdir yang membelenggu, hidup semata-mata hanya mengikuti suratan takdir. Melawan nasib tidak ada gunanya, kecuali hanya akan mengacaukan tatanan kosmos.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar