Menurut Magnis “pandangan dunia” yakni semua keyakinan deskriptif yang
dipahami oleh manusia untuk menjelaskan realitas berdasarkan pengalamannya.
Masih menurut Magnis, yang menarik dari pandangan dunia masyarakat Jawa ialah
mereka tidak melihat relitas secara terpisah melainkan satu kesatuan utuh dan
bertolok ukur pada kondisi psikis tertentu, yakni; ketenangan, ketentraman dan
keseimbangan batin.
1. Alam Numinus dan Dunia
a. Kesatuan Numinus antara Masyarakat, Alam dan Alam Adikodrati
Magnis menjelaskan bahwa ruang lingkup kehidupan orang Jawa ialah
masyarakat dan alam. Alam pun tidak hanya sebatas alam empiris melainkan juga
alam metempiris (gaib). Dan uniknya, alam empiris merupakan perwujudan dari
alam metempiris. Dengan kata lain, alam empiris merupakan menifestasi adanya
kekuatan gaib.
Orang Jawa pun, masih menurut Magnis, meyakini bahwa keselamatan hidupnya
bergantung pada kekuatan gaib tersebut. Dan karena itulah mereka kemudian
menyikapinya dengan mengadakan berbagai ritual, antara lain: acara slametan,
ziarah makam, doa-doa, sesaji dan sebagainya.
b. Koordinasi
Kesatuan antara manusia dan alam, baik alam empiris maupun alam metempiris
bagi orang Jawa, menurut tinjauan Magnis, telah melahirkan sebauh koordinat
(perhitungan) tertentu. Perhitungan-perhitungan tersebut dapat dijumpai dalam
buku risalah yang disebut Primbon. Primbon memuat berbagai macam
perhitungan atau rumusan sakral yang sangat berguna bagi kehidupan masyarakat
Jawa.
c. Tempat yang Tepat sebagai Paham Kunci
Dalam hal ini nampaknya Magnis pun mengalami kesulitan untuk menjelaskan
“tempat yang tepat” dalam pandangan etika Jawa. Ia sendiri mengakui bahwa tidak
ada bidang eksistensi manusia yang semata-mata ditentukan oleh hukum objektif.
Melainkan orang Jawa, menurut Magnis, tidak sepenuhnya menyadari eksistensi
dirinya kecuali hanya sebatas memahami bahwa setiap perbuatan pada akhirnya
akan dikembalikan kepada kekuatan gaib yang “serba angker” (kosmos).
2. Yang Numinus dan Kekuasan
Salah satu sisi dari pandangan dunia orang Jawa, yakni menganggap bahwa
individu-individu yang berkuasa memiliki pertalian khusus dengan yang maha
gaib.
a. Hakikat Kekuasaan
Menurut pengakuan Magnis, kekuasaan bagi orang Jawa bukan semata-mata
gejala sosial melainkan lebih merupakan menifestasi energi kosmos yang
menyeluruh.
b. Raja sebagai Pemusatan Kekuatan Kosmis
Raja, masih menurut penuturan Magnis, merupakan sosok tertentu yang
memiliki kemampuan untuk menyerap seluruh energi kosmos. Oleh sebab itu,
masyarakat Jawa memposisikan raja pada tingkatan sakral. Di samping itu, raja
juga dijadikan sebagai simbol kesejahteraan hidup.
c. Kraton sebagai Pusat Kerajaan Nominus
Selain raja, kraton sebagai tempat kediaman seorang raja pun memiliki
posisi yang istimewa bagi masyarakat Jawa. Magnis menganalogikan bahwa kraton
bagaikan sumber cahaya yang dapat menerangi daerah sekelilingnya, dalam hal ini
ialah seluruh wilayah kerajaan.
d. Kekuasaan dan Moral
Dalam paham kekuasaan masyarakat Jawa tertanam bahwa raja merupakan sosok
manusia linuwih, adil, bijak dan dicintai rakyat karena mampu melindungi
mereka dari marabahaya.
3. Dasar Nominus Keakuan
Keistimewaan seorang raja, berdasar rumusan Magnis bahwa ia merupakan wadah
kekuatan ilahi, yang sebetulnya, hal tersebut bisa berlaku bagi setiap orang.
a. Kisah Dewaruci
Inti dari kisah Dewaruci yang dapat ditangkap dari penuturan Magnis, bahwa
Dewaruci merupakan inti dari kebatinan orang Jawa. Dengan melaui laku tertentu
setiap orang Jawa dapat berjumpa dengan dewarucinya masing-masing, dengan kata
lain “manunggaling kawulo gusti” (bersatunya antara jasad dan batin).
Ajaran moral yang dapat dipetik dari kisah tersebut, bahwa inti dari hidup
orang Jawa tidak terletak pada manunggaling kawulo gusti melainkan
pengabdian sosial yang harus ditunaikan setelah seseorang berhasil mencapai
derajat tertinggi dari kehidupan.
b. Pengertian tentang Sangkan-paran
Sangkan-paran dalam arti harfiah ialah asal dan tujuan hidup manusia. Pada
intinya, pemaparan mengenai sangkan-paran ini Magnis hanya menjabarkan intisari
dari kisah Dewaruci di atas.
c. Sangkan-paran sebagai Praksis Kehidupan
Praksis sangkan-paran, menurut Magnis, untuk menjelaskan bagaimana manusia
berhadapan dengan hakikatnya yang sebenarnya, yakni memaknai hidup. Kemudian
secara panjang lebar Magnis memaparkan tentang kaidah ideal kehidupan
masyarakat Jawa.
d. Takdir
Takdir, berdasarkan penjelasan Magnis, merupakan garis-garis hidup dalam
tatanan kosmos. Masyarakat Jawa sangat meyakini bahwa manusia tidak bisa
melepaskan dirinya dari takdir yang membelenggu, hidup semata-mata hanya
mengikuti suratan takdir. Melawan nasib tidak ada gunanya, kecuali hanya akan
mengacaukan tatanan kosmos.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar